Ciri-ciri orang munafik

Di dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap mendengar kata "munafik" diucapkan orang. Dan bila itu terjadi, biasanya perhatian kita langsung akan terpusat pada sosok yang disebut-sebut munafik tadi. Sejauh mana sebetulnya pengetahuan kita tentang Munafik? Berikut adalah ciri-ciri orang munafik

1 Dusta
2 Khianat
3 Fujur Dalam Pertikaian
4 Ingkar Janji
5 Malas Beribadah
6 Riya
7 Sedikit Berzikir
8 Mempercepat Sholat
9 Mencela Orang-Orang Yang Taat Dan Soleh
10 Mengolok-Olok Al-Quran, As-Sunnah, Dan Rasulullah SAW
11 Bersumpah Palsu
12 Enggan Berinfak
13 Tidak Menghiraukan Nasib Sesama Kaum Muslimin
14 Suka Menyebarkan Khabar Dusta Orang munafik senang memperbesar peristiwa atau kejadian.
15 Mengingkari Takdir Orang munafik selalu membantah dan tidak ridha pada takdir Allah SWT.
16 Mencaci Maki Kehormatan Orang-Orang Soleh
17 Sering Meninggalkan Sholat Berjamaah
18 Membuat Kerusakan Di Muka Bumi Dengan Dalih Mengadakan Perbaikan
19 Tidak Sesuai Antara Zahir Dengan Bathin Secara Zahir
20 Takut Terhadap Kejadian Apa Saja Orang-orang munafik selalu diliputi rasa takut.
21 Beruzur Dengan Dalih Dusta
22 Menyuruh Kemungkaran Dan Mencegah Kemakrufan
23 Bakhil Orang-orang munafik sangat bakhil dalam masalah-masalah kebajikan.
24 Lupa Kepada Allah SWT Segala sesuatu selalu mereka ingat, kecuali Allah SWT.
25 Mendustakan Janji Allah SWT Dan Rasul-Nya
26 Lebih Memperhatikan Zahir, Mengabaikan Bathin
27 Sombong Dalam Berbicara
28 Tidak memahami masalah-masalah agama
29 Bersembunyi Dari Manusia Dan Menentang Allah Dengan Perbuatan Dosa
30 Senang Melihat Orang Lain Susah, Susah Bila Melihat Orang lain Senang

Dusta

Hadith Rasulullah yang diriwayatkan Imam Ahmad Musnad dengan sanad Jayid: "Celaka baginya, celaka baginya, celaka baginya. Yaitu seseorang yang berdusta agar orang-orang tertawa." Di dalam kitab Shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim), Rasulullah SAW bersabda: "Tanda orang munafik ada tiga, salah satunya adalah jika berbicara dia dusta."

Khianat

Sabda Rasulullah SAW: "Dan apabila berjanji, dia berkhianat." Barangsiapa memberikan janji kepada seseorang, atau kepada isterinya, anaknya, sahabatnya, atau kepada seseorang dengan mudah kemudian dia mengkhianati janji tersebut tanpa ada sebab uzur syar'i maka telah melekat pada dirinya salah satu tanda kemunafikan.

Fujur Dalam Pertikaian

Sabda Rasulullah SAW: "Dan apabila bertengkar (bertikai), dia melampau batas."

Ingkar Janji

Sabda Rasulullah SAW: "Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara dia dusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya (diberi amanat) dia berkhianat." (HR. Bukhari Muslim)

Malas Beribadah

Firman Allah SWT: "Dan apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas." (An-Nisa': 142) . Jika orang munafik pergi ke masjid atau surau, dia menyeret kakinya seakan-akan terbelenggu rantai. Oleh kerana itu, ketika sampai di dalam masjid atau surau dia memilih duduk di shaf yang paling akhir. Dia tidak mengetahui apa yang dibaca imam dalam sholat, apalagi untuk menyimak dan menghayatinya.

Riya

Di hadapan manusia dia sholat dengan khusyuk tetapi ketika seorang diri, dia mempercepat sholatnya. apabila bersama orang lain dalam suatu majlis, dia tampak zuhud dan berakhlak baik, demikian juga pembicaraannya. Namun, jika dia seorang diri, dia akan melanggar hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT.

Sedikit Berzikir

Firman Allah SWT: "Dan apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan sholat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah SWT kecuali sedikit sekali." (An-Nisa': 142) .

Mempercepat Sholat

Mereka (orang-orang munafik) adalah orang yang mempercepatkan sholat tanpa ada rasa khusyuk sedikit pun. Tidak ada ketenangan dalam mengerjakannya, dan hanya sedikit mengingat Allah SWT di dalamnya. Fikiran dan hatinya tidak menyatu. Dia tidak menghadirkan keagungan dan kebesaran Allah SWT dalam sholatnya. Hadith Nabi SAW: "Itulah sholat orang munafik, ... lalu mempercepat empat rakaat (sholatnya)"
Mencela Orang-Orang Yang Taat Dan Soleh [sunting]

Mereka memperolok orang-orang yang taat dengan ungkapan yang mengandung cemohan dan celaan. Oleh kerananya, dalam setiap majlis pertemuan sering kali kita temui orang munafik yang hanya memperbincangkan sepak terjang orang-orang soleh dan orang-orang yang konsisten terhadap Al-Quran dan As-Sunnah. Baginya seakan-akan tidak ada yang lebih penting dan menarik selain memperolok-olok orang-orang yang taat kepada Allah SWT.

Mengolok-Olok Al-Quran, As-Sunnah, Dan Rasulullah SAW

Termasuk dalam kategori Istihzaa' (berolok-olok) adalah memperolok-olok hal-hal yang disunnahkan Rasulullah SAW dan amalan-amalan lainnya. Orang yang suka memperolok-olok dengan sengaja hal-hal seperti itu, jatuh Kafir. Firman Allah SWT: "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. " (At-Taubah: 65-66)

Bersumpah Palsu

Firman Allah SWT: "Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai." (Al-Munafiqun: 2 & Al-Mujadilah: 16). Jika seseorang menanyakan kepada orang munafik tentang sesuatu, dia langsung bersumpah. Apa yang diucapkan orang munafik semata-mata untuk menutupi kedustaannya. Dia selalu mengumpat dan memfitnah orang lain. Maka jika seseorang itu menegurnya, dia segera mengelak dengan sumpahnya: "Demi Allah, sebenarnya kamu adalah orang yang paling aku sukai. Demi Allah, sesungguhnya kamu adalah sahabatku."

Enggan Berinfak

Orang-orang munafik memang selalu menghindari hal-hal yang menuntut pengorbanan, baik berupa harta maupun jiwa. Apabila menjumpai mereka berinfak, bersedekah, dan mendermakan hartanya, mereka lakukan kerana riya' dan sum'ah. Mereka enggan bersedekah, kerana pada hakikatnya, mereka tidak menghendaki pengorbanan harta, apalagi jiwa.

Tidak Menghiraukan Nasib Sesama Kaum Muslimin

Mereka selalu menciptakan kelemahan-kelemahan dalam barisan muslimin. Inilah yang disebut At Takhdzil, yiaitu sikap meremehkan, menakut-nakuti, dan membiarkan kaum muslimin. Orang munafik percaya bahawa orang-orang kafir lebih kuat daripada kaum muslimin.

Suka Menyebarkan Khabar Dusta Orang munafik senang memperbesar peristiwa atau kejadian.

Jika ada orang yang tergelincir lisannya secara tidak sengaja, maka datanglah si munafik dan memperbesarkannya dalam majelis-majelis pertemuan. "Apa kalian tidak mendengar apa yang telah dikatakan si fulan itu?" Lalu, dia pun menirukan kesalahan tersebut. Padahal, dia sendiri mengetahui bahawa orang itu mempunyai banyak kebaikan dan keutamaan, akan tetapi si munafik itu tidak bersedia mengungkapkannya kepada masyarakat.

Mengingkari Takdir Orang munafik selalu membantah dan tidak ridha pada takdir Allah SWT.

Oleh kerananya, apabila ditimpa musibah, dia mengatakan: "Bagaimana ini. Seandainya saya berbuat begini, niscaya akan menjadi begini." Dia pun selalu mengeluh kepada sesama manusia. Sungguh, dia telah mengkufuri dan mengingkari Qadha dan Takdir.

Mencaci Maki Kehormatan Orang-Orang Soleh

Apabila orang munafik membelakangi orang-orang soleh, dia akan mencaci maki, menjelek-jelekkan, mengumpat, dan menjatuhkan kehormatan mereka di majlis-majlis pertemuan. Firman Allah SWT: "Mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan." (Al-Ahzab: 19)

Sering Meninggalkan Sholat Berjamaah

Apabila seseorang itu segar, kuat, mempunyai waktu luang, dan tidak memiliki uzur say'i, namun tidak mahu mendatangi masjid/surau ketika mendengar panggilan azan, maka saksikanlah dia sebagai orang munafik.

Membuat Kerusakan Di Muka Bumi Dengan Dalih Mengadakan Perbaikan

Firman Allah SWT: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan kebaikan.' Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar." (Al-Baqarah: 11-12).

Tidak Sesuai Antara Zahir Dengan Bathin Secara Zahir

Mereka membenarkan bahawa Nabi Muhammad SAW adalah Rasul Allah, tetapi di dalam hati mereka, Allah telah mendustakan kesaksian mereka. Sesungguhnya, kesaksian yang tampak benar secara Zahir itulah yang menyebabkan Mereka masuk ke dalam Neraka. Penampilan zahirnya bagus dan mempesona, tetapi di dalam batinnya terselubung niat busuk dan menghancurkan. Di luar dia menampakkan kekhusyukan, sedangkan di dalam hatinya ia main-main.

Takut Terhadap Kejadian Apa Saja Orang-orang munafik selalu diliputi rasa takut.

Jiwanya selalu tidak tenang, keinginannya hanya selalu mendambakan kehidupan yang tenang dan damai tanpa disibukkan oleh persoalan-persoalan hidup apapun. Dia selalu berharap: "Tinggalkan dan biarkanlah kami dengan keadaan kami ini, semoga Allah memberikan nikmat ini kepada kami. Kami tidak ingin keadaan kami berubah." Padahal, keadaan tidaklah selalu apalagi menjadi lebih baik.

Beruzur Dengan Dalih Dusta

Firman Allah SWT: "Di antara mereka ada orang yang berkata: 'Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah.' Ketahuilah bahawa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Neraka Jahanam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir." (At-Taubah: 49)

Menyuruh Kemungkaran Dan Mencegah Kemakrufan

Mereka (orang munafik) menginginkan agar perbuatan keji tersiar di kalangan orang-orang beriman. Mereka menggembar-gemborkan tentang kemerdekaan wanita, persamaan hak, penanggalan hijab/jilbab. Mereka juga berusaha memasyarakatkan nyanyian dan konser, menyebarkan majalah-majalah porno (semi-porno) dan narkoba.

Bakhil Orang-orang munafik sangat bakhil dalam masalah-masalah kebajikan.

Mereka menggenggam tangan mereka dan tidak mau bersedekah atau menginfakkan sebahagian harta mereka untuk kebaikan, padahal mereka orang yang mampu dan berkecukupan.

Lupa Kepada Allah SWT Segala sesuatu selalu mereka ingat, kecuali Allah SWT.

Oleh sebab itu, mereka senantiasa ingat kepada keluarganya, anak-anaknya, lagu-lagu, berbagai keinginan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan duniawi. Dalam fikiran dan batin mereka tidak pernah terlintas untuk mengingat (berdzikir) Allah SWT, kecuali sebagai tipu daya kepada sewsama manusia semata.

Mendustakan Janji Allah SWT Dan Rasul-Nya

Firman Allah SWT: "Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: 'Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami selain tipu daya." (Al-Ahzab: 12).

Lebih Memperhatikan Zahir, Mengabaikan Bathin

Orang munafik lebih mementingkan zahir dengan mengabaikan yang batin, tidak menegakkan sholat, tidak merasa diawasi Allah SWT, dan tidak mengenal zikir. Pada zahirnya, pakaian mereka demikian bagus menarik, tetapi batin mereka kosong, rusak dan lain sebaginya.

Sombong Dalam Berbicara

Orang-orang munafik selalu sombong dan angkuh dalam berbicara. Mereka banyak omong dan suka memfasih-fasihkan ucapan. Setiap kali berbicara, mereka akan selalu mengawalinya dengan ungkapan menakjubkan yang meyakinkan agar tampak seperti orang hebat, mulia, berwawasan luas, mengerti, berakal, dan berpendidikan. Padahal, pada hakikatnya dia tidak memiliki kemampuan apapun. Sama sekali tidak memiliki ilmu, bahkan bodoh.

Tidak memahami masalah-masalah agama

"Keistimewaan" orang-orang munafik adalah: mereka sama sekali tidak memahami masalah-masalah agama. Dia tahu bagaimana mengenderai mobil dan mengerti perihal mesinnya. Dia juga mengetahui hal-hal remeh dan pengetahuan-pengetahuan yang tidak pernah memberi manfaat kepadanya meski juga tidak mendatangkan mudharat baginya. Akan tetapi, apabila menghadapi dialog (tanya-jawab tentang persoalan-persoalan Ad Din (Islam)), dia sama sekali tidak dapat menjawab.

Bersembunyi Dari Manusia Dan Menentang Allah Dengan Perbuatan Dosa

Orang munafik menganggap ringan perkara-perkara yang melawan hukum Allah SWT, menentang-Nya dengan melakukan berbagai kemungkaran dan kemaksiatan secara sembunyi-sembunyi. Akan tetapi, ketika dia berada di tengah-tengah manusia dia menunjukkan kebalikannya; berpura-pura taat. Firman Allah SWT: "Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. " (An-Nisa': 108)

Senang Melihat Orang Lain Susah, Susah Bila Melihat Orang lain Senang

Orang munafik apabila mendengar berita bahawa seorang ulama yang soleh tertimpa suatu musibah, dia pun menyebarluaskan berita duka itu kepada masyarakat sambil menampakkan kesedihannya dan berkata: "Hanya Allahlah tempat memohon pertolongan. Kami telah mendengar bahawa si fulan telah tertimpa musibah begini dan begitu. Semoga Allah memberi kesabaran kepada kami dan beliau." Padahal, di dalam hatinya dia merasa senang dan terhibur karena musibah itu.

JANGAN BANYAK TERTAWA AGAR TIDAK MEMATIKAN HATI

Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian banyak tertawa karena banyak tertawa akan mematikan hati” (HR At-Tarmizi).

Islam memang mensyariatkan kaum Muslim untuk banyak tersenyum karena senyum juga merupakan sodhakoh. Tetapi Islam juga melarang banyak tertawa, karena segala sesuatu yang berlebih-lebihan atau melampaui batas akan membuat hati menjadi mati.


Dalam Hadits yang lain yang diriwayatkan Aisyah RA isteri Nabi Muhammad SAW, bahwa dia berkata, “Saya tak pernah melihat Rasulullah SAW tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan tenggorokan beliau, beliau biasanya hanya tersenyum.” (HR Bukhari-Muslim).

Banyak tertawa dan tertawa yang berlebihan, mematikan hati dan melemahkan tubuh. Menurut Imam Al Ghazali, jika hati mati hati tak akan bisa menerima peringatan Al Qur’an dan tak akan mau menerima nasihat. Manusia dengan hati yang mati diibaratkan sebagai bangkai yang berjalan. Para ulama mengatakan tidaklah kita temui orang yang paling banyak tertawa kecuali dia adalah orang yang paling jauh dari Al Qur’an.

Tertawa sesekali atau ketika keadaan mengharuskan untuk tertawa adalah hal yang diperbolehkan. Yang perlu diingat dan diperhatikan bukan termasuk tuntunan Nabi SAW, jika tertawa sampai terbahak-bahak. Tertawa yang tidak terkendali bisa berdampak buruk bagi diri dan orang lain. Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata, “Banyak dalil yang menjelaskan larangan tertawa yang berlebih-lebihan karena sering tertawa pasti berdampak tidak baik.”

Orang-orang yang sering tertawa berlebih-lebihan akan menerima dampak yang buruk, hati akan sulit mengingat Allah. Kadangkala ejekan diwujudkan dalam bentuk tawa, lantas bagaimana jika yang diejek adalah ahli ibadah? Orang yang suka mengundang tawa biasanya berbohong untuk membuat orang lain tertawa.
Menertawakan Allah SWT ayat-ayat-Nya, para nabi dan rasul-Nya akan menyebabkan jatuh kepada perbuatan kufur, QS. At Taubah:65-66.

Allah SWT berfirman, “Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya.” (QS. Az Zukhruf: 47).
Menertawakan orang yang mengamalkan Sunnah Rasulullah SAW dihukum Allah SWT dengan dari mengingat Allah. “Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku dan adalah kamu selalu menertawakan mereka.” (QS Al Mu’minun:110). Wallahu a'lam bishowb. (ds)

Ingat Mati Hindar Daripada Penyakit Bangga Diri

BANGGA diri atau kagum terhadap diri sendiri adalah penyakit hati yang membuat seseorang berasa selesa dan berlapang dada dengan pujian orang lain. Orang seperti itu menganggap dirinya paling baik dan sentiasa melebihi orang lain.

Sikap bangga mendedahkan pelakunya kepada akibat buruk di sisi agama. Pengamalnya akan membudayakan takbur iaitu sifat yang jelek di sisi Allah.

Firman Allah bermaksud: “Jangan kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang terlalu membanggakan diri.”(Surah Al-Qashash, ayat 76)
Takbur adalah sikap individu yang berasa dirinya lebih tinggi tarafnya dan tidak mahu menghormati orang lain. Penyakit ini juga dikenali sebagai sifat ujub iaitu mengagumi diri sendiri.
Ibnul Mubarak pernah berkata: “Perasaan ujub adalah ketika engkau berasa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.”

Imam Al-Ghazali menyatakan: “Perasaan ujub adalah kecintaan seseorang kepada suatu kurnia dan berasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Allah.”
Suka dipuji dan memuji diri adalah sifat mazmumah yang membuahkan sikap riak. Sebenarnya, yang layak dan berhak dipuji hanya Allah. Firman Allah bermaksud: “Segala puji hanya untuk Allah, Pencipta dan Penguasa seluruh alam.”(Surah Al-Fatihah, ayat 2)

Setiap orang mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, tetapi milik siapakah semua kelebihan itu. Allah berfirman bermaksud: “Bagi Allah semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya.”(Surah Al-Maidah, ayat 120)

Sebenarnya bangga dan kagum diri sendiri adalah sifat Iblis yang memandang rendah Nabi Adam kerana dijadikan daripada tanah sedangkan dirinya daripada api. Firman Allah bermaksud: “Iblis berkata, aku lebih baik daripadanya (Adam), Engkau jadikan aku daripada api, sedangkan dia Engkau jadikan daripada tanah.”(Surah Saad, ayat 38)

Orang yang terkena penyakit kagum diri dapat dilihat daripada beberapa tanda iaitu selalu memuji dan mengagungkan diri. Pada masa sama, ia melupakan firman Allah bermaksud: “Maka jangan kamu mengatakan dirimu suci. Dialah (Allah) paling mengetahui orang yang bertakwa.”(Surah an-Najm, ayat 32)

Faktor penyebab sikap kagum diri berpunca pujian yang diberikan secara berlebihan dan tanpa mengindahkan tatacara ditetapkan menyebabkan pujian itu mempengaruhi orang dipuji. Orang yang dipuji berasa mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang lain.

Tatacara memuji dalam syariat Islam ada tiga iaitu tidak boleh berlebihan, ditujukan untuk hal yang benar dan tidak menimbulkan fitnah iaitu membuat orang yang dipuji menjadi kagum diri sendiri. Apabila tatacara itu dapat dipenuhi, seseorang boleh memuji orang lain. Orang yang kagum berasa nikmat yang diterima kerana kepandaiannya bukan kerana pemberian Allah seperti anggapan Qarun.

Allah menceritakan dalam al-Quran, Qarun berkata: “Sesungguhnnya aku diberi harta itu hanya kerana ilmu yang ada padaku.”(Surah al-Qashash, ayat 78)

Diriwayatkan, Rasulullah SAW mendengar seorang lelaki memuji seorang lelaki lain, lantas Baginda SAW bersabda yang bermaksud: “Malang kamu! Sesungguhnya kamu sudah memotong lehernya! Kemudian Baginda SAW menambah: “Jika seseorang daripada kamu tidak dapat mengelak daripada memuji temannya maka hendaklah dia berkata, saya kira begini, jangan sekali-kali dia menyucikan seseorang mengatasi Allah.” (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Kita juga dilarang memuji dan menyebut kebaikan diri. Firman Allah bermaksud: “Tidakkah engkau perhatikan (dan pelik wahai Muhammad) kepada orang yang membersihkan (memuji) diri sendiri? (Padahal perkara itu bukan hak manusia) bahkan Allah juga yang berhak membersihkan (memuji) sesiapa yang dikehendaki-Nya (menurut aturan syariat-Nya); dan mereka pula tidak akan dianiaya (atau dikurangkan balasan mereka) sedikitpun.”(Surah an-Nisaa, ayat 49)

Umar al-Khattab mengingatkan umat Islam: “Sesungguhnya perkara yang paling aku takuti menimpa kamu ialah kagum kepada fikiran dan diri sendiri. Sesiapa yang mendakwa dia orang beriman, maka sebenarnya dia kafir. Sesiapa yang mendakwa dia orang berilmu, sebenarnya dia jahil. Sesiapa yang mendakwa dia ahli syurga, maka sebenarnya dia ahli neraka.” Suatu ketika Rasulullah SAW menemui sahabatnya.

Ketika itu sahabat sedang bersandar pada tongkat. Apabila melihat kedatangan Rasulullah SAW, mereka segera berdiri dengan maksud untuk menghormatinya. Rasulullah SAW yang melihat hal itu bersabda yang bermaksud: “Janganlah kalian berdiri seperti dilakukan bangsa lain dalam menghormati satu sama lainnya.” (Hadis riwayat Abu Daud)

Seorang Muslim yang terkena penyakit kagum diri harus segera bertaubat dan berusaha menyembuhkan dirinya daripada penyakit hati itu. Cara dapat dilakukan supaya tidak terkena penyakit kagum ialah selalu ingat hakikat dan kejadian diri. Mereka juga harus sedar sekali pun diberi jangka hayat panjang, bukan bererti mereka boleh mendabik dada, angkuh dan membanggakan diri dengan nikmat serta kelebihan kurniaan Allah.

Mereka tetap mati dan harta yang dibawa ialah amal selama hidup di dunia. Penghayatan kesedaran seperti ini mendorong seseorang menghindarkan diri daripada penyakit kagum. Mereka yang terkena penyakit itu perlu lebih merendah diri serta selalu mengingati mati. BANGGA diri atau kagum terhadap diri sendiri adalah penyakit hati yang membuat seseorang berasa selesa dan berlapang dada dengan pujian orang lain. Orang seperti itu menganggap dirinya paling baik dan sentiasa melebihi orang lain.

Sikap bangga mendedahkan pelakunya kepada akibat buruk di sisi agama. Pengamalnya akan membudayakan takbur iaitu sifat yang jelek di sisi Allah.

Firman Allah bermaksud: “Jangan kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang terlalu membanggakan diri.”(Surah Al-Qashash, ayat 76)

Takbur adalah sikap individu yang berasa dirinya lebih tinggi tarafnya dan tidak mahu menghormati orang lain. Penyakit ini juga dikenali sebagai sifat ujub iaitu mengagumi diri sendiri.

Ibnul Mubarak pernah berkata: “Perasaan ujub adalah ketika engkau berasa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.”

Imam Al-Ghazali menyatakan: “Perasaan ujub adalah kecintaan seseorang kepada suatu kurnia dan berasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Allah.”

Suka dipuji dan memuji diri adalah sifat mazmumah yang membuahkan sikap riak. Sebenarnya, yang layak dan berhak dipuji hanya Allah. Firman Allah bermaksud: “Segala puji hanya untuk Allah, Pencipta dan Penguasa seluruh alam.”(Surah Al-Fatihah, ayat 2)

Setiap orang mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, tetapi milik siapakah semua kelebihan itu. Allah berfirman bermaksud: “Bagi Allah semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya.”(Surah Al-Maidah, ayat 120)

Sebenarnya bangga dan kagum diri sendiri adalah sifat Iblis yang memandang rendah Nabi Adam kerana dijadikan daripada tanah sedangkan dirinya daripada api. Firman Allah bermaksud: “Iblis berkata, aku lebih baik daripadanya (Adam), Engkau jadikan aku daripada api, sedangkan dia Engkau jadikan daripada tanah.”(Surah Saad, ayat 38)

Orang yang terkena penyakit kagum diri dapat dilihat daripada beberapa tanda iaitu selalu memuji dan mengagungkan diri. Pada masa sama, ia melupakan firman Allah bermaksud: “Maka jangan kamu mengatakan dirimu suci. Dialah (Allah) paling mengetahui orang yang bertakwa.”(Surah an-Najm, ayat 32)

Faktor penyebab sikap kagum diri berpunca pujian yang diberikan secara berlebihan dan tanpa mengindahkan tatacara ditetapkan menyebabkan pujian itu mempengaruhi orang dipuji. Orang yang dipuji berasa mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang lain.

Tatacara memuji dalam syariat Islam ada tiga iaitu tidak boleh berlebihan, ditujukan untuk hal yang benar dan tidak menimbulkan fitnah iaitu membuat orang yang dipuji menjadi kagum diri sendiri. Apabila tatacara itu dapat dipenuhi, seseorang boleh memuji orang lain. Orang yang kagum berasa nikmat yang diterima kerana kepandaiannya bukan kerana pemberian Allah seperti anggapan Qarun.

Allah menceritakan dalam al-Quran, Qarun berkata: “Sesungguhnnya aku diberi harta itu hanya kerana ilmu yang ada padaku.”(Surah al-Qashash, ayat 78)

Diriwayatkan, Rasulullah SAW mendengar seorang lelaki memuji seorang lelaki lain, lantas Baginda SAW bersabda yang bermaksud: “Malang kamu! Sesungguhnya kamu sudah memotong lehernya! Kemudian Baginda SAW menambah: “Jika seseorang daripada kamu tidak dapat mengelak daripada memuji temannya maka hendaklah dia berkata, saya kira begini, jangan sekali-kali dia menyucikan seseorang mengatasi Allah.” (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Kita juga dilarang memuji dan menyebut kebaikan diri. Firman Allah bermaksud: “Tidakkah engkau perhatikan (dan pelik wahai Muhammad) kepada orang yang membersihkan (memuji) diri sendiri? (Padahal perkara itu bukan hak manusia) bahkan Allah juga yang berhak membersihkan (memuji) sesiapa yang dikehendaki-Nya (menurut aturan syariat-Nya); dan mereka pula tidak akan dianiaya (atau dikurangkan balasan mereka) sedikitpun.”(Surah an-Nisaa, ayat 49)

Umar al-Khattab mengingatkan umat Islam: “Sesungguhnya perkara yang paling aku takuti menimpa kamu ialah kagum kepada fikiran dan diri sendiri. Sesiapa yang mendakwa dia orang beriman, maka sebenarnya dia kafir. Sesiapa yang mendakwa dia orang berilmu, sebenarnya dia jahil. Sesiapa yang mendakwa dia ahli syurga, maka sebenarnya dia ahli neraka.” Suatu ketika Rasulullah SAW menemui sahabatnya.

Ketika itu sahabat sedang bersandar pada tongkat. Apabila melihat kedatangan Rasulullah SAW, mereka segera berdiri dengan maksud untuk menghormatinya. Rasulullah SAW yang melihat hal itu bersabda yang bermaksud: “Janganlah kalian berdiri seperti dilakukan bangsa lain dalam menghormati satu sama lainnya.” (Hadis riwayat Abu Daud)

Seorang Muslim yang terkena penyakit kagum diri harus segera bertaubat dan berusaha menyembuhkan dirinya daripada penyakit hati itu. Cara dapat dilakukan supaya tidak terkena penyakit kagum ialah selalu ingat hakikat dan kejadian diri. Mereka juga harus sedar sekali pun diberi jangka hayat panjang, bukan bererti mereka boleh mendabik dada, angkuh dan membanggakan diri dengan nikmat serta kelebihan kurniaan Allah.

Mereka tetap mati dan harta yang dibawa ialah amal selama hidup di dunia. Penghayatan kesedaran seperti ini mendorong seseorang menghindarkan diri daripada penyakit kagum. Mereka yang terkena penyakit itu perlu lebih merendah diri serta selalu mengingati mati